ayeuna tabuh

Senin, 04 Agustus 2014

Cerita di pagi hari 'Surabi' dan perkembangannya

Surabi haneut aduh akang mangga cobian
badag munu'u akang ukur sarebu
(Bungsu Bandung)

Pagi ini saya berniat membeli surabi. Karena di alun-alun sudah jarang berjualan, maka saya mencarinya ke desa Cikopo sambil olah-raga dan jalan pagi. Akhirnya saya menemukan tukang surabi tepatnya didepan RSUD Cicalengka dan kemudian memesan surabi dan segelas kopi untuk menemani pagi hari yang agak dingin (alah puitis).
Di Cicalengka sudah jarang ditemukan surabi tak seperti di kampung halaman saya 'Linggar-Rancaekek' yang masih banyak penjual surabi. Ya salah satu makanan khas tradisional Jawa Barat yang hingga kini masih ada. Surabi adalah adonan terigu yang kemudian dimatangkan pada sebuah cetakan yang dipanaskan di atas tungku. ada beberapa macam surabi, ada yang polos, ada yang ditambahkan dengan oncom, ada yang ditambahkan dengan telor. Surabi lebih enak jika dinikmati dengan sambel tomat. widihhh mantap lah.
Di Cicalengka, pembuatan surabi agak sedikit moderen. pertama menggunakan kompor minyak, kemudian menggunakan cetakan yang terbuat dari aluminium. Sehingga tingkat kepulenan yang saya rasakan kurang terasa. Berbeda dengan di Linggar, surabi masih dibuat secara tradisional. Yakni menggunakan tungku sebagai pemanasnya dan cetakan yang dibuat dari tanah liat.
Berkembangnya zaman, tidak hanya mempengaruhi terhadap perkembangan alat yang dibutuhkan agar cepat saji. Namun dari segi hargapun sedikit berbeda. Dan kesan 'tradisional' pun sedikit pudar. hehe
tapi mungkin ini yang disebut urang Sunda kudu ngigelan jaman.
tapi jangan menyalahkan jaman, yang penting inti dari tradisi masih ada yaitu surabi. meski bumbunya-pun sedikit pragmatis :D

setelah mencicipi sambil membandingkan akhirnya saya pulang. karena jalanan masih sepi saya-pun senam di tengah jalan.
sekian cerita dari saya.



Yasfi Maziya
Cicalengka - Senin 04 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar