Malam
ini saya kembali lembur untuk menyelesaikan beberapa dokumen yang harus
diprint. Inisiatif laki-laki sudah saya lakukan ; seduh kopi, beberapa batang
rokok, dan iringan musik 'Sisir Tanah'.
Sambil
menunggu banyaknya kertas yang diwarnai oleh printer. Sisir Tanah yang membuat
saya tidak mengantuk. Karena biusan flute yang
diiringi renyahnya gitar acooustic yang
sesekali menggelitik. Juga absurdnya sajian lirik yang membuat kening saya
berkerut beberapa kali meski di akhiri dengan mulut sedikit senyum.
Kesederhanaan musik menjelma kesempurnaan yang begitu terasa bagai aroma mocacino yang
sangat harum. Lagu 'Bebal'
berputar dan memukul dan serentak pikiran saya terbang menggambarkan
manusia-manusia bebal yang tak tahu diuntung seperti dalam lirik 'jika bumi adalah ibu, kita manusia
memperkosa ibunya'. Mungkin inilah naluri manusia. Memperkosa alam
(Ibu) padahal ia memberi kehidupan untuk Kita. Padahal ilmu yang diturunkan
agar menjaga bumi dari kerusakan sebagimana yang dilantunkan dalam beberapa
bait terakhir 'ada tak
ada manusia mestinya, pohon pohon itu tetap tumbuh'. Dilanjut lagu
kedua 'Kita Mungkin'
yang begitu membius mewakili perasaan manusia yang dimetaforakan pada alam. Universalisme lagu
ini bisa pula dinikmati untuk manusia yang sedang dilanda kasmaran. Juga
bercerita mengenai keihklasan. Seperti pada 'jika
kau dendam, aku adalah damai, jika kau dosa aku sebagai doa'. Lagu
ini membuatku sedikit terkantuk. Karena merdu tentunya.
srrruuuuttttttt.
Ahhh
srek
srek, pprrrtttt. fuihhhh
Kopi
kunikmati sebelum lagu berikutnya.
Percikan
api keluar dari pemantik. Nikmatnya.
Terdengar
dua orang membaca puisi. Orang kesatu begitu cepat bagai dikejar waktu. Seorang
lagi begitu syahdu lemah gemulai. Ya ! 'Konservasi
Konflik'. Lagu
yang paling memikat pendengaranku. Siklus manusia yang absuuurrrddddd. Amarah
yang dituangkan dalam alunan folks yang
membius. Ada bait yang nikmat didengar sebelum kembali Ia membaca puisi
terakhir. 'Kita memaku
kesibukan dan mati'. Disambung dengan beberapa orang membaca puisi.
Menusuk-nusuk telinga ketika Saya mendengarnya. Sambil menikmati hisapan demi
hisapan, 'memandikan
kamar mandi, rajawali butuh teman yang lucu-lucu'benar-benar
menghangatkan malam ini.
ngek
ngek ngek
jleg
jleg jleg
rupanya
kertas habis.
acooustik dan flute bersatu
bagaikan malam dan bintang, kopi dan rokok, hati dan pikiran, jiwa dan raga.
Irama ini membuatku begitu terhipnotis. mungkin inilah 'lagu wajib' yang
wajib didengarkan oleh pendengar. Mengenai rasa yang pernah setiap orang alami.
Menggambarkan apa yang seharusnya terjadi, akan tapi dalam lagu ini keharusan
itu sepertinya tidak berlaku, bahkan berakhir dengan tragis. 'Yang wajib dari hati adalah kata ,
yang wajib dari kata adalah tanya , yang wajib dari tanya adalah kita, yang
wajib dari kita adalah cinta, yang wajib dari cinta adalah mesra, yang wajib
dari mesra adalah rasa, yang wajib dari rasa, adalah luka'. Mungkin
inilah hidup, Kita terkadang tak mengerti, ya. Absurd.
Angin
di luar bersiul menabrak pepohonan juga menerbangkan debu-debu. Begitupunprinter mondar-mandir
berkrya melukis kertas kosong. Aku bermetafora bagai lagu 'Perahu Kertas'.
Bait-bait metafora berkerumun berlomba dalam lagu ini yang mengalnukan'pertunjukan malam seperti perahu
kertas'.
Kemarahan
yang dituangkan dalam seni akan sangat terasa. Lagu 'Pidato
Retak' mungkin
mewakili masyarakat golongan bawah yang sudah muak terhadap janji yang
dipidatokan oleh manusia bermuka tebal dan pengumbar serapah. Puisi yang terasa
menampar memang mewakili Kita seakan mulut Kita lah yang menyerukannya. 'Doa diaktifkan harapan diaktifkan
janji palu diaktifkan. Hey !! ada ranjang yang masih goyang. Alat kelamin
dinonaktifkan puisi dicetak rapi mahasiswa mogok makan nasi diaduk dengan air
mata sepagi itu sarapan api. TUAN DAN NYONYA BELAJAR LOGIKA SUDAH SAMPAI
MANA?'. Kekesalan
yang dibungkus melalui musik membuatnya begitu menarik. Juga mencabik :)
Tak
terasa waktu sudah jam tiga pagi. Fajar menjelang. Namun printer masih
asyik berlari. Mata mulai sayu. Tangan mulai lemas. Kopi mulai dingin dan
kembali kunyalakan pemantik. Terdengar sayup-sayup lantun pelan mendatangkan
mimpi dari lagu terakhir yang berjudul 'Lagu
Baik'. Sepertinya judulnya. Terdapat lirik yang memotivasi agar
pikiran tetap tersadar sampai tugas selesai. 'Seumpama sedih, hidup memang tugas manusia, seumpama
lelah, masih tersisa banyak waktu, menjelmakan mimpi, menggerakan kawan,
mendatangkan damai'. Ya kita harus setuju menerima hidup ini. Kita
harus berani menghadapi kehidupan. Nikmatilah segala keunikan di Bumi ini.
Seperti Kita sedang menikmati ke-absurd-an
dengan hangat moccacino dan kehangatan lainnya.
Ngek
ngke
jleg
jleg jleg
aduh
kertas habis lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar