ayeuna tabuh

Sabtu, 29 November 2014

Seperti dualisme do'a. Bukan multifungsi do'a.

Aku tersadar bahwa keinginanku sangat kontradiktif.
Coba tuan dan nyonya bayangkan.
Selesai bersimpuh aku berpanjat doa dan sangat percaya bahwa Allah pemberi rezeki.
Aku harus selalu bersyukur atas semua rezeki yang Ia beri.
Juga aku percaya bahwa jodoh ditangan Allah. Juga percaya bahwa setiap masalah yang sedang kulalui pasti ada jalan keluarnya. Juga percaya bahwa jika bersodakoh Allah akan melipatgandakan. Juga percaya pahala yang terus mengalir adalah sodakoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do'a anak soleh. Juga meminta dimudahkan dalam segala urusan, dimudahkan dalam mencari rezeki, dilancarkan dalam bab hutang piutang. Atau semoga skripsiku dipermudah. Bahkan dilancarkan dalam mencari pekerjaan juga disukseskan dalam berwirausaha. Atau setidaknya dimudahkan orderan agar aku bisa menafkhi keluargaku. Akupun berdoa agar sakit pinggang atau pusing ini hilang. Tak luput pula berpanjat agar kesehatan terus membalutku agar aku esok bisa kembali berkumpul bersama kawan, keluarga atau agar aku tetap bisa bercocok tanam bahkan memberi makan ternak peliharaan agar pembeli semakin banyak. Bahkan berdoa agar ia bahagia dengan yang lain atau mudahkanlah move on ini atau lindungi dari preman pemalak alun-alun juga jauhkan dari orang jahat. Oh ya aku juga berdoa untuk kesembuhan si Wawa kucing kesayanganku yang akhir-akhir ini didera penyakit radang tenggorokan karena dia jarang minum. Atau aku berdoa supaya bisa bertemu dengan idolaku. Atau berdoa bersama santri agar aku terpilih menjadi pemimpin yang mengikuti aturanmu. Bahkan aku memohon kelancaran untuk acara pertunjukan musik esok hari. Aku percaya akan wahyu Allah yang tidak akan memberi cobaan diluar batas kemampuan hambanya (yang lemah yang hanya meminta dan terus meminta).

Sementara.

Balada air mata riuh disana adalah untuk menyelamatkan atas semua keyakinanku diatas. Nampaknya do'a dan perjuangan orang sana lebih pada titik penyerahan jiwa agar aku bisa tetap berdo'a pada masjid-masjid yang masih banyak berdiri kokoh di Nusantara ini. Mereka berdo'a sampai mengeluarkan darah. Dan berdiri membela kesucian agar agama yang selama ini selalu kupanjatkan tetap berlangsung dalam keramaian. Tak seperti mereka yang jika berdoa memohon agar panji kita tetap berkibar. Selaksa doa terpanjat untuk keesaanMu. Untuk tetap tegaknya agama yang aku yakini dan jalani hanya untuk berdoa. Mereka berdoa di balik puing bekas rudal. Mereka berdoa diantara selongsong peluru juga genangan darah. Mereka berdoa agar aku tetap bisa berpanjat kepadamu secara terbuka. Tak ada tekanan bahkan penghancuran. Mereka berdoa sambil memegang senjata karena jika mereka semua berhenti berdoa dan seperti aku. Hanya meminta disehatkan dimudahkan jodoh atau disukseskan dalam presentasi. Mungkinkah esok lusa aku juga tiada? Karena aku yakin keyakinan kita diambang tekanan ; pemusnahan. Aku tak tahu apa dasar mereka yang aku sadari kenapa aku hanya berpanjat memikirkan kenikmatanku?

Hanya sedikit berkhayal apakah doa hanya sebatas proposal pengobral pribadi masing-masing sementara wadah do'a kita diambang kehancuran.
Atau mungkin memang doa dan kepercayaan adalah urusan masing-masing tak perlu ada yang tahu apa yang menjadi pijakan kita yang penting kita terus berdoa agar kita bisa dimasukan kedalam jannah yang indah?
Sementara perjuangan kita dalam membela apa kita yakini dan kita nikmati untuk berdoa selama ini hanya sebatas landasan pribadi?

Allah. Kualitasku memang jauh dan hina. Sangat hina. Karena tidak harmoninya diri.
Engkau pasti tahu saat kesaksianku hanya sebatas ucapan. Solatpun hanya sebatas gerakan. Shaum hanya sebatas kewajiban. Haji hanya sebatas kebanggan. Ya saat itu pula aku memang sia-sia.
Saat islamku sebatas pakaian.
Saat imanku sebatas ucapan.
Saat ihsanku sebatas pengetahuan.
Saat itu pula. Aku menipu diri.

Tapi aku merasakan, tuhan.
Batas kemampuanku hanya sebatas meminta. Memohon dan berharap. Apa yang harus aku lakukan agar aku tidak sehina ini? Tapi aku yakin juga. Bahwa hakikat manusia adalah untuk menyembah dan meminta pertolongan kepadamu. Tapi tolong, tuhan. Taburilah pupuk kesadaran kepadaku bahwa agamaku harus dibela atas penindasan dan penistaan juga pembantaian berdalih teror dan penyetakan umum. Aku yakin engkau memberi kami relung yang halus dimana keinginan untuk membela ; sudah menjadi fitrah kami. Semoga, semoga, semoga. Dan aku berdoa agar kekacauan sekarang ini bisa semakin menghaluskan relung kami.
Setidaknya aku bisa membela bahwa janganlah kau rusak kearifan agamaku. Setidaknya begitu ; membela.
Semoga.

Cicalengka. 29 November 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar